Perkara mendidik
anak-anak merupakan perkara yang begitu penting. Islam memberikan perhatian
yang begitu besar dalam perkara ini. Oleh karena itu, di dalam Al-Qur`an Allah
subhaanahu wata’aala menyebutkan berbagai kisah pendidikan yang penuh dengan
manfaat, seperti kisah Luqman al-Hakim yang berwasiat kepada anaknya dengan
wasiat yang sarat dengan hikmah dan pelajaran berharga. Allah subhaanahu
wata’aala berfirman yang artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada
anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya. ” Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezhaliman yang besar.” (Luqman: 13) Waspadalah terhadap kesyirikan di dalam
beribadah kepada Allah subhaanahu wata’aala, seperti memintaminta kepada
orang-orang yang telah meninggal dunia, atau kepada orang yang sedang tidak
hadir. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: “Do’a
adalah ibadah.” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi. Beliau mengatakan bahwa hadits
ini hasan shahih) Ketika diturunkan firman Allah subhaanahu wata’aala, yang
artinya: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka
dengan kezhaliman (syirik).” (Al-An’aam: 82) Ayat ini terasa begitu berat bagi
kaum muslimin ketika itu. Mereka pun berkata: “Siapa di antara kita yang tidak
pernah menzhalimi dirinya sendiri?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda yang artinya: “Bukan seperti itu yang dimaksud oleh ayat ini.
Yang sebenarnya dimaksud adalah kesyirikan. Tidakkah kalian mendengar ucapan
Luqman kepada anaknya, “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar.”
(Muttafaqun ‘alaih)
Allah subhaanahu
wata’aala berfirman yang artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia untuk
(berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dalam
keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu. Hanya kepada-Kulah
kembalimu.” (Luqman: 14) Di dalam ayat ini Allah subhaanahu wata’aala
mengaitkan wasiat-Nya untuk beribadah hanya kepada-Nya, dengan wasiat untuk
berbuat baik kepada kedua orang tua karena hak mereka yang begitu besar.
Seorang ibu mengandung anaknya dengan susah payah, sedangkan sang ayah
menanggung nafkah bagi keluarganya. Seorang anak sudah selayaknya bersyukur
kepada Allah subhaanahu wata’aala dan berterima kasih pada kedua orang tuanya.
Allah subhaanahu
wata’aala berfirman yang artinya “Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan sesuatu dengan-Ku yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu,
maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia
dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya
kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan.” (Luqman: 15) Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan makna ayat
tersebut dengan ringkasan sebagai berikut: “Maksud dari ayat ini adalah
hendaknya Anda benar-benar membimbing kedua orang tua Anda agar berjalan di
atas agama yang benar. Jangan Anda mematuhi perintah mereka untuk menyekutukan Allah
subhaanahu wata’aala. Namun hal itu juga jangan sampai menghalangi Anda untuk
bergaul dengan keduanya dengan baik tatkala di dunia. Dan ikutilah jalan yang
ditempuh oleh orang-orang beriman.” Penjelasan ini dipertegas dengan sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya: “Tidak ada ketaatan kepada seorang
makhluk dalam hal bermaksiat kepada
Khaliq. Sesungguhnya ketaatan (kepada makhluk) itu hanya dalam perkara kebaikan
saja.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah subhaanahu
wata’aala berfirman yang artinya: “(Luqman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya
jika ada (suatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di
langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkan balasannya.
Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (Luqman: 16) Ibnu Katsir
rahimahullah menjelaskan: “Yaitu, kezaliman atau kesalahan meski seberat biji
sawi, niscaya Allah subhaanahu wata’aala akan memperlihatkannya ketika hari
kiamat di saat Allah subhaanahu wata’aala meletakkannya di atas timbangan keadilan,
dan niscaya Allah subhaanahu wata’aala akan memberinya balasan. Jika amalan itu
baik, seorang akan mendapat kebaikan. Dan jika buruk, ia pun akan mendapat
keburukan.”
Allah subhaanahu
wata’aala berfirman yang artinya: “Hai anakku, dirikanlah shalat.” (Luqman: 17)
Maksudnya, laksanakanlah shalat dengan rukun dan kewajibannya secara penuh
khusyu’. Allah subhaanahu wata’aala berfirman yang artinya: “Dan suruhlah
(manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang
mungkar.” (Luqman: 17) Maksudnya, suruh dan cegahlah mereka dengan lemah lembut
tanpa menggunakan cara-cara yang berlebihan. Allah subhaanahu wata’aala
berfirman yang artinya: “Dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu.” (Luqman:
17) Karena perbuatan amar ma’ruf nahi mungkar sudah tentu akan menghadapi
rintangan dan gangguan, Allah memerintahkan untuk bersabar. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda yang artinya: “Seorang mukmin yang
bergaul dengan orang lain dan bersabar atas gangguan mereka, lebih utama daripada
seorang mukmin yang tidak bergaul dengan orang lain dan tidak bersabar atas
gangguan mereka.” (HR. Ahmad dan yang lainnya dengan derajat yang shahih) Allah
subhaanahu wata’aala berfirman yang artinya: “Sesungguhnya yang demikian itu
termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (Luqman: 17) Yakni bersabar
atas gangguan manusia benar-benar perkara yang ditekankan dan diwajibkan.
Allah subhaanahu
wata’aala berfirman yang artinya: “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari
manusia (karena sombong).” (Luqman: 18) Maksudnya, janganlah Anda memalingkan
wajah Anda dari orang lain jika Anda tengah berbicara dengan mereka, atau
mereka tengah berbicara dengan Anda karena Anda meremehkan mereka dan bersikap
angkuh terhadap mereka. Namun lembutkanlah hati Anda dan hadapkanlah muka Anda
kepada mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya:
“Tersenyum di hadapan saudaramu terhitung sebagai shadaqah bagimu.” (HR.
At-Tirmidzi dan selainnya dengan derajat yang shahih) Allah subhaanahu wata’aala
berfirman yang artinya: “Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan
angkuh.” (Luqman: 18) Yakni berjalan dengan sikap sombong karena ujub terhadap
dirinya sendiri, dan suka membanggakan diri sendiri kepada orang lain,
sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Katsir rahimahullah.
Allah subhaanahu
wata’aala berfirman yang artinya: “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan.”
(Luqman: 19) Yakni berjalanlah dengan wajar, tidak terlalu lambat dan tidak
pula terlalu cepat atau terburu-buru. Allah berfirman yang artinya “Dan
lunakkanlah suaramu.” (Luqman: 19) Yakni janganlah Anda berlebih-lebihan dalam
berbicara, dan janganlah mengangkat suara yang tidak ada faidahnya. Oleh karena
itu Allah subhaanahu wata’aala berfirman yang artinya “Sesungguhnya
seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (Luqman: 19) Mujahid mengatakan:
“Sesungguhnya suara yang paling buruk ialah suara keledai, maksudnya orang yang
mengeraskan suaranya serupa dengan keledai dalam hal kesombongan dan
kecongkakan. Sehingga ia akan dibenci oleh Allah subhaanahu wata’aala.
Keserupaan dengan keledai ini haram dan sangat tercela. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: “Tidak sepatutnya kita memiliki permisalan yang buruk. Seorang yang
menarik kembali pemberiannya adalah semisal anjing yang kembali menelan
muntahnya.” (HR. Bukhari) Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda
yang artinya: “Jika kalian mendengar ayam berkokok, mintalah karunia kepada
Allah, karena ayam itu melihat malaikat. Dan jika kalian mendengar suara
keledai, berlindunglah kepada Allah dari gangguan setan, karena keledai itu
melihat setan.” (Muttafaqun ‘alaih) (Lihat Tafsir Ibnu Katsir: 3/446)
Beberapa
pelajaran berharga dari ayat-ayat di atas:
- Seorang ayah disyariatkan untuk berwasiat kepada anaknya dengan pesan-pesan yang bermanfaat di dunia dan di akhirat.
- Perkara yang harus diajarkan pertama kali adalah tauhid dan bahaya syirik, karena kesyirikan adalah kezhaliman yang bisa membatalkan amal.
- Wajibnya bersyukur kepada Allah subhaanahu wata’aala, berterima kasih pada kedua orang tua, berbuat baik pada mereka, dan menyambung tali silaturrahim dengan mereka.
- Wajibnya taat pada kedua orang tua dalam perkara yang bukan maksiat kepada Allah subhaanahu wata’aala, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya: “Tidak ada ketaatan kepada seorang makhluk dalam hal bermaksiat kepada Khaliq. Sesungguhnya ketaatan (kepada makhluk) itu hanya dalam perkara kebaikan saja.” (Muttafaqun ‘alaih)
- Wajibnya mengikuti jalan orang-orang beriman dan mentauhidkan Allah subhaanahu wata’aala, dan haramnya mengikuti para ahlul bid’ah.
- Hendaklah seseorang senantiasa merasa diawasi oleh Allah subhaanahu wata’aala baik saat sendiri maupun bersama orang banyak, dan tidak meremehkan kebaikan dan keburukan meski kecil dan sedikit.
- Wajibnya menegakkan shalat dengan rukun dan kewajibannya, serta dengan penuh tuma`ninah.
- Wajibnya memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar dengan landasan ilmu, sikap lemah lembut sesuai dengan batas kemampuan, hikmah dan nasihat yang baik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya: “Barangsiapa di antara kalian ada yang melihat kemungkaran, hendaklah ia merubah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Dan jika tetap tidak mampu, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah iman.” (Muttafaqun ‘alaih)
- Bersabar atas cobaan dalam melakukan amar makruf nahi mungkar. Dan kesabaran ini merupakan sesuatu yang sangat ditekankan.
- Haramnya takabur dan berjalan dengan sikap sombong.
- Bersikap wajar ketika berjalan, tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat.
- Tidak berteriak terlampau keras melebihi kebutuhan, karena tindakan tersebut merupakan kebiasaan keledai.
- Bersikap pertengahan dalam setiap perkara.
Sumber: Kaifa Nurabbi
Awladana wa maa Huwa Wajibul Aabaa` wal Abnaa`, Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
-hafizhahullah (pengajar di Darul Hadits Al-Khairiah, Mekah); sunnah.or.id