Pengertian
Globalisasi adalah
sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan
ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui
perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi
yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi biasa.
Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang
sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan.
Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan
berkurangnya peran negara atau batas-batas negara.
Kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang
maknanya ialah universal. Globalisasi belum memiliki definisi yang
mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga
tergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu
proses sosial, atau proses sejarah, atau suatu proses alamiah yang akan membawa
seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu
tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan
batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek
yang diusung oleh negara-negara superpower, sehingga bisa saja orang memiliki
pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi
tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuknya yang paling mutakhir.
Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan
negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab,
globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan
berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore
Levitte merupakan orang yg pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada
tahun 1985.
Ciri Globalisasi
Berikut ini
beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di
dunia.
- Hilir mudiknya kapal-kapal
pengangkut barang antarnegara menunjukkan keterkaitan antarmanusia di seluruh
dunia
- Perubahan dalam konsep ruang dan
waktu. Perkembangan barang-barang seperti telepon genggam, televisi satelit,
dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya,
sementara melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan kita merasakan
banyak hal dari budaya yang berbeda.
- Pasar dan produksi ekonomi di
negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari
pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan
multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Prganization (WTO).
- Peningkatan interaksi kultural
melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi
berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi dan
mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka
ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan.
- Meningkatnya masalah bersama,
misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi regional
dan lain-lain.
Kennedy dan Cohen
menyimpulkan bahwa transformasi ini telah membawa kita pada globalisme, sebuah
kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia adalah satu. Giddens menegaskan
bahwa kebanyakan dari kita sadar bahwa sebenarnya diri kita turut ambil bagian
dalam sebuah dunia yang harus berubah tanpa terkendali yang ditandai
dengan selera dan rasa ketertarikan akan hal sama, perubahan dan
ketidakpastian, serta kenyataan yang mungkin terjadi. Sejalan dengan itu, Peter Drucker menyebutkan globalisasi
sebagai zaman transformasi sosial.
Sejarah Globalisasi
Banyak sejarawan yang menyebut globalisasi sebagai fenomena di
abad ke-20 itu yang dihubungkan dengan bangkitnya ekonomi internasional.
Padahal interaksi dan globalisasi dalam hubungan antarbangsa di dunia telah ada
sejak berabad-abad yang lalu. Bila ditelusuri, benih-benih globalisasi telah
tumbuh ketika manusia mulai mengenal perdagangan antarnegeri sekitar tahun 1000
dan 1500 M. Saat itu, para pedagang dari Tiongkok dan India mulai menelusuri
negeri lain baik melalui jalan darat (seperti misalnya jalur sutera) maupun
jalan laut untuk berdagang.
Fase selanjutnya ditandai dengan dominasi perdagangan kaum muslim di
Asia dan Afrika. Kaum muslim membentuk jaringan perdagangan yang antara lain
meliputi Jepang, Tiongkok, Vietnam, Indonesia, Malaka, India, Persia, pantai Afrika
Timur, Laut Tengah, Venesia, dan Genoa. Di samping membentuk jaringan dagang,
kaum pedagang muslim juga menyebarkan nilai-nilai agamanya, nama-nama, abjad,
arsitek, nilai sosial, dan budaya Arab ke warga dunia.
Fase selanjutnya ditandai dengan eksplorasi dunia secara
besar-besaran oleh bangsa Eropa. Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda adalah
pelopor-pelopor eksplorasi ini. Hal ini didukung pula dengan terjadinya revolusi
industri yang meningkatkan keterkaitan antarbangsa dunia. berbagai teknologi
mulai ditemukan dan menjadi dasar perkembangan teknologi saat ini, seperti komputer
dan internet. Pada saat itu, berkembang pula kolonialisasi di dunia yang
membawa pengaruh besar terhadap difusi kebudayaan di dunia.
Semakin berkembangnya industri dan kebutuhan akan bahan baku serta
pasar juga memunculkan berbagai perusahaan multinasional di dunia. Di Indinesia
misalnya, sejak politik pintu terbuka, perusahaan-perusahaan Eropa membuka
berbagai cabangnya di Indonesia. Freeport dan Exxon dari Amerika Serikat, Unilever
dari Belanda, British Petroleum dari Inggris adalah beberapa contohnya.
Perusahaan multinasional seperti ini tetap menjadi ikon globalisasi hingga saat
ini.
Fase selanjutnya terus berjalan dan mendapat momentumnya ketika Perang
dingin berakhir dan komunisme di dunia runtuh. Runtuhnya komunisme seakan
memberi pembenaran bahwa kapitalisme adalah jalan terbaik dalam mewujudkan
kesejahteraan dunia. Implikasinya, negara negara di dunia mulai menyediakan
diri sebagai pasar yang bebas. Hal ini didukung pula dengan perkembangan
teknologi komunikasi dan transportasi. Alhasil, sekat-sekat antarnegara pun
mulai kabur.
Globalisasi Kebudayaan
Globalisasi mempengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat,
termasuk di antaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai
(values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh
warga masyarakat terhadap berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi
berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam
alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila
disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada
dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran
dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan.
Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya
tertentu ke seluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture)
telah terlihat semenjak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini
dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat
di dunia ini (Lucian W. Pye, 1966 ).
Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi
pada awal ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media
menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi antarbangsa.
Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antarbangsa lebih mudah dilakukan. Hal
ini menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi kebudayaan.
Ciri Berkembangnya Globalisasi
Kebudayaan
- Berkembangnya pertukaran
kebudayaan internasional.
- Penyebaran prinsip multikebudayaan
(multiculturalism), dan kemudahan akses suatu individu terhadap kebudayaan
lain di luar kebudayaannya.
- Berkembangnya pariwisata.
- Semakin banyaknya imigrasi dari
suatu negara ke negara lain.
- Berkembangnya mode yang berskala
global, seperti pakaian, film dan lain lain.
- Bertambah banyaknya event-event
berskala global, seperti Piala Dunia.
- Fenomena berkembangnya perusahaan
McDonald di seluruh pelosok dunia menunjukkan telah terjadinya globalisasi (McDonaldisasi)
Teori Globalisasi
Cochrane dan Pain
menegaskan bahwa dalam kaitannya dengan globalisasi, terdapat tiga posisi
teroritis yang dapat dilihat, yaitu:
- Para globalis percaya bahwa
globalisasi adalah sebuah kenyataan yang memiliki konsekuensi nyata terhadap
bagaimana orang dan institusi di seluruh dunia berjalan. Mereka percaya bahwa
negara-negara dan kebudayaan lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi
global yang homogen. Meskipun demikian, para globalis tidak memiliki pendapat
sama mengenai konsekuensi terhadap proses tersebut.Para globalis positif dan optimistis menanggapi dengan baik
perkembangan semacam itu dan menyatakan bahwa globalisasi akan menghasilkan
masyarakat dunia yang toleran dan bertanggung jawab.
- Para globalis pesimis berpendapat bahwa globalisasi adalah
sebuah fenomena negatif karena hal tersebut sebenarnya adalah bentuk penjajahan
barat (terutama Amerika Serikat) yang memaksa sejumlah bentuk budaya dan
konsumsi yang homogen dan terlihat sebagai sesuatu yang benar dipermukaan.
Beberapa dari mereka kemudian membentuk kelompok untuk menentang globalisasi
(antiglobalisasi).
- Para tradisionalis tidak percaya bahwa globalisasi tengah
terjadi. Mereka berpendapat bahwa fenomena ini adalah sebuah mitos semata atau,
jika memang ada, terlalu dibesar-besarkan. Mereka merujuk bahwa kapitelisme
telah menjadi sebuah fenomena internasional selama ratusan tahun. Apa yang
tengah kita alami saat ini hanyalah merupakan tahap lanjutan, atau evolusi,
dari produksi dan perdagangan kapital.
- Para transformasionalis berada di antara para globalis dan
tradisionalis. Mereka setuju bahwa pengaruh globalisasi telah sangat
dilebih-lebihkan oleh para globalis. Namun, mereka juga berpendapat bahwa
sangat bodoh jika kita menyangkal keberadaan konsep ini. Posisi teoritis ini
berpendapat bahwa globalisasi seharusnya dipahami sebagai "seperangkat
hubungan yang saling berkaitan dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang
sebagian besar tidak terjadi secara langsung". Mereka menyatakan bahwa
proses ini bisa dibalik, terutama ketika hal tersebut negatif atau, setidaknya,
dapat dikendalikan.